Kitab Kuning
Marilah kita sejenak memperhatikan sabda Nabi Ya’qub ‘Alaihis salam,
ketika mengumpulkan anak cucunya seraya bertanya, sebagaimana yang
dikisahkan di dalam Al Qur’an :
“Ketika Ya’qub berkata pada putra putranya : “Apa yang akan kalian sembah nanti sepeninggalku ?”
(QS. Al Baqarah 133).
Pertanyaan Nabi Ya’qub kepada putra putranya ini menggambarkan
keprihatinan orang tua terhadap generasi penerusnya dalam hal agama,
aqidah dan peribadatannya. Sebagai pelajaran bagi kita semuanya, bahwa
kita harus senantiasa memperhatikan peribadatan anak cucu kita. Sedang
kan Nabi Ya’qub sebagai seorang Nabi saja, begitu menghawatirkan
terhadap anak cucu keturunannya . Apalagi anak anak kita, dimana kita
hanya sebagai manusia biasa , tentu keadaan anak anak kita akan lebih
menghawatirkan. Kita tentu harus lebih memperhatikan, terlebih kita
hidup dimasa sekarang ini, godaan lebih besar, pengaruh dan segala
sesuatu sangat mengancam terhadap i’tiqad dan keyakinan kita. Tak dapat
kita pungkiri kehidupan di masa sekarang ini terasa semakin sulit dan
berat, persaingan dalam hidup semakin ketat. Semuanya lantaran pengaruh
keadaan, hidup penuh dengan persaingan, sehingga mempengaruhi cara
hidup, dan pola pikir masyarakat yang selalu tak pernah mau merasa
kalah, juga tak pernah mau bersyukur menerima keadaan. Bahkan selalu
merasa kurang, karena selalu melihat yang serba lebih dari kapasitas
dirinya. Yang semuanya hanya diukur dengan materi dan kebendaan.
Akhirnya masyarakat kita senantiasa silau menatap kehidupan yang serba
glamour. Akhirnya kena penyakit matrialisme. Yang lebih dikhawatirkan
oleh orang tua pada umumnya terhadap anak cucu hanyalah masalah
masalah materi, khawatir jika tidak kebagian, mereka tidak seperti
Nabi Ya’qub :
مـا تـعـبـدون مـن بـعـدي
tetapi مـا تــأكـلـون مـن بـعـدي
“ Apa yang akan kamu makan setelah aku tiada”
Saudaraku kaum Muslimin yang berbahagia,
Jarang jarang orang tua di zaman dan saat ini, yang memberikan
perhatian terhadap anak anaknya dalam hal keyakinan dan peribadatan
seperti Nabi Ya’qub AS. Oleh karena pemahaman tentang hidup yang
telah kacau lantaran pengaruh kehidupan yang telah banyak
mempengaruhi pola pikir mayoritas masyarakat kita.
Paham yang serba materi dan kebendaan telah merasuki pikiran
masyarakat pada ummnya, membuat keadaan memjadi berbalik dan kacau.
Karena tuntutan materi dan persaingan, sehingga orang hidupnya untuk
bekerja, bukan bekerja untuk hidup, untuk dapat memenuhi keinginan dan
tujuan hidupnya. Sehingga tak pernah menghitung tujuan jangka
panjangnya, menggapai kabahagian hidup di dunia ini sampai di akhirat
kelak. Tetapi yang dikejar hanyalah tujuan jangka pendek, bagaimana
agar dapat tercapai keinginan dan impianya, supaya dianggap orang
sukses, hidup tidak kalah bersaing, harus selalu menang persaingan.
Bahayanya orang semacam ini banyak melupakan ajaran dan tuntunan
agama, tak lagi memperhitungkan halal haram, yang penting kesampaian
dan tercapai keinginan. Selama tubuh sehat, mampu berbuat, tanpa kenal
waktu untuk istirahat, siang malam terus bekerja, harus berkarya dan
membawa hasil karya. Hidup hanya untuk bekerja. Bahkan sampai rela
sekalipun harus mengorbankan jiwa dan raga. Akhirnya terbukti, harta
benda yang sangat dicinta, ternyata tak mampu melanggengkannya, apa lagi
mempertahankan hidupnya. Ternyata harta benda yang dihasilkan dengan
susah payah , belum sempat dinikmatinya, terpaksa semua harus
ditinggalkannya, hartanya tak mampu menghalangi kehendak Allah Yang
Maha Perkasa, ia dipanggil menghadapNya sebelum usia tua. Atau
sebaliknya justru harta benda yang meninggalkannya, karena dipaksa oleh
keadaan yang harus menguras harta benda kekayaannya untuk menebus obat
penyakit yang diderita, yang akhirnya hilanglah penyakitnya bersama
nyawa yang hanya satu satunya.
Oleh karena itu marilah kita luruskan faham kita tentang hidup ini,
bukan hidup untuk bekerja, tetapi bekerja untuk hidup. Sehingga bekerja
tidak dengan rakus harus menghasilkan sebanyak banyaknya, tetapi sebatas
sebagai sarana menyambung hidup, dan bukan sebagai tujuan hidup.
Adapun tujuan dan misi hidup ini adalah menghambakan diri beribadah
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karenanya perhatian dan rasa
khawatir terhadap i’tiqad an keyakinan anak anak kita harus tertanam
dalam hati setiap orang tua, agar menumbuhkan upaya dan budi daya orang
tua, demi anak cucu generasi selanjutnya tetap melestarikan peribadatan
dan keyakinan generasi pendahulunya, sebagaimana firman Allah :
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ
خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافاً خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ
وَلْيَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً
“Dan hendaknya takut dan khawatir
orang orang yang apabila mereka meninggalkan generasi yang lemah.
Supaya mereka khawatir terhadap anak cucunya, Dan hendaknya mereka takut
kepada Allah, dan hendaklah mereka mengucap dengan ucapan yang
benar”.(QS.An Nisa’ 9).
Saudara ku Kaum Muslimin Rahimakumullah,
Allah telah memberi peringatan kepada kita para orang tua, jangan
sampai kita keliru mendidik dan mengasuh anak anak kita, yang harus kita
khawatirkan terhadap anak anak kita adalah lemahnya agama dan keyakinan
anak anak kita. Adapun tentang materi, ekonomi dan kehidupan, kita
yakin anak cucu kita nanti kan lebih pandai dari pada kita semua. Coba
kita tengok kebelakang tentang kehidupan kita dimasa lampau, kita
bandingkan dengan kehidupan sekarang. Mestinya kita harus bersyukur,
keadaan saat sekarang serba lebih makmur. Akan tetapi kenyataan kita
malah banyak ingkar, kufur tidak bersyukur. Padahal orang tua kita
dahulu mendidik kita yang penting anak pintar, tak pernah membuat
target tertentu. Kenyataan keadaan kita lebih baik ketimbang masa
lampau. Artinya kita tak perlu berlebihan mengkhawatirkan masa depan
ekonomi generasi kita, tetapi yang terpenting membekali dengan modal
kepandaian dan ilmu pengetahuan. Yang harus kita khawatirkan adalah
manakala anak cucu, kita tinggalkan dalam keadaan bodoh tanpa
pengetahuan, lemah agamanya , lemah imannya. Karena yang akan menderita
kerugian tidak hanya kereka tetapi kita semua sebagai orang tua. Kenapa
kita tinggalkan generasi kita dalam keadaan bodoh, tentu oleh karena
kita kurang memberi perhatian dan mengabaikan kwajiban. Kita membawa
amanat, tidak hanya urusan sandang pangan , papan dan kesehatan saja,
tetapi juga pendidikan, terlebih agama, akhlaq dan aqidahnya, menjadi
kwajiban bagi orang tuanya .
Saudara saudara Kaum Muslimin Rahimakumullah,
Marilah kita sadar, kwajiban mendidik anak anak kita, kita bekali
mereka pengetahuan, jangan sampai kita meninggalkan generasi yang bodoh
tanpa pengetahuan agama. Nabi memperingatkan para orang tua,
مـن تـرك ولـده جـاهـلا كان كـل ذنب عـمـلــه عـلـيــه
“Barang
siapa yang meninggalkan anak dalam keadaan bodhoh (tidak mengerti
agama) , niscaya dosa yang dilakoni anak oleh sebab bodhonya,
dibebankan kepada orang tuanya”
utuk itu mari bekali anak-anak kita dengan ilmu agama
Kitab- kitab lain,diantaranya:
0 komentar: